Vision Awards Annual Report Competition
Senin, 23 Februari 2015
Vision Awards Annual Report Competition
Senin, 29 September 2014
Business Ethics Opportunities
Perusahaan sebagai suatu entitas bisnis tidak bergerak di
ruang hampa. Selain bertanggung jawab kepada para pemegang saham, ia juga
dituntut untuk memenuhi harapan para pemangku kepentingan lain seperti
karyawan, investor, rekanan bisnis, pemasok, pemerintah, auditor, dan
masyarakat sekitar. Menarik untuk melihat perilaku bisnis beretika perusahaan
yang bergerak di bidang usaha yang tak jarang mengundang pro & kontra,
seperti perusahaan rokok, tambang, ataupun manufaktur. Bagaimana suatu
perusahaan rokok melalui program CSR menciptakan dan mempertahankan corporate value di tengah ramainya
gerakan anti rokok di Indonesia? Atau bagaimana perusahaan tambang yang
kerapkali dikaitkan dengan perusakan lingkungan mendapat kepercayaan masyarakat
melalui praktek GCG yang kuat? Benarkah
dalam hal ini perilaku bisnis beretika merupakan tanggung jawab moral
perusahaan terhadap stakeholders atau
hanya bagian dari misi membangun citra di atas kertas sebagai perusahaan yang
peduli?
Menyoroti sisi lain, bukan rahasia lagi bahwa praktik bisnis
beretika dapat dimanfaatkan untuk menutupi penyalahgunaan wewenang (power abusement) dan
kecurangan/penggelapan (fraud) yang
dilakukan oleh pihak internal perusahaan. Kasus Enron yang bergerak di bidang power plant dengan proyek CSR di India
atau Sarijaya dengan corporate culture
yang kondusif merupakan pembelajaran yang berharga bagi dunia usaha. Tekanan
dari pihak eksternal juga merupakan tantangan yang tidak kalah kuatnya di dalam
melemahkan motivasi untuk beretika dalam berbisnis.
Setiap perusahaan memiliki
visi dan misi yang berbeda di dalam menjalankan perilaku bisnis beretika. Lepas
dari maksud dan tujuan, pelaku bisnis dihadapkan pada kenyataan akan pentingnya
etika bisnis di dalam membentuk suatu perusahaan yang kokoh, memiliki daya
saing serta kemampuan menciptakan nilai dan pertumbuhan yang berkesinambungan. Namun,
seringkali esensi dari kepentingan ini dikalahkan oleh keuntungan jangka
pendek, sehingga pada kenyataannya, masih banyak pihak yang merasakan dampak
negatif dari perilaku yang mengesampingkan etika bisnis, baik dampak negatif
yang dirasakan oleh perusahaan karena kurangnya dukungan dari pemangku
kepentingan terkait maupun sebaliknya.
Konsep Triple
Bottom Line (TBL) mengukur keberhasilan perusahaan tidak hanya dari nilai
ekonomi (profit) yang tercipta,
tetapi juga dari kesejahteraan sosial (people)
dan pelestarian lingkungan (planet)
yang berkesinambungan. Mewujudkan hal ini tidak cukup dengan mengandalkan
perusahaan sebagai pihak pemerhati dan pelaksana praktik bisnis beretika,
tetapi juga diperlukan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk di
dalamnya karyawan, investor, rekanan bisnis, masyarakat, pemerintah dan
auditor. Hal ini juga yang mendasari pembentukan Collective Action oleh World
Bank Institute yang merupakan koalisi dari lembaga masyarakat, perusahaan,
dan kantor akuntan publik untuk membentuk dunia usaha yang sehat dan bebas
korupsi sebagai wujud dukungan terhadap bisnis beretika.
”Beyond the rules and regulations” seharusnya dapat menjadi motivasi, dimana pemenuhan etika bisnis bukan
sekedar kepatuhan terhadap peraturan dan hukum yang berlaku, tetapi merupakan budaya
yang melekat pada praktik berbisnis
Selasa, 19 Februari 2013
Kamis, 14 Februari 2013
Sekali Lagi : Pentingnya Good Corporate Governance (GCG) di BUMN
Penerapan praktek-praktek GCG merupakan
salah satu langkah penting bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk
meningkatkan dan memaksimalkan nilai perusahaan (corporate value), mendorong pengelolaan perusahaan yang profesional,
transparan dan efisien
dengan cara meningkatkan
prinsip keterbukaan, akuntabilitas,
dapat dipercaya, bertanggungjawab dan
adil sehingga dapat
memenuhi kewajiban secara
baik kepada pemegang saham, dewan komisaris, mitra bisnis, serta
stakeholders lainnya.
Program Pengembangan dan Penerapan Praktek
GCG
Beberapa hal yang perlu dilakukan BUMN dalam rangka program pengembangan dan penerapan praktekpraktek GCG:
Lebih lanjut, pihak direksi, dewan
komisaris, manajemen dan staf berkomitmen untuk menerapkan praktek-praktek GCG dalam pengelolaan kegiatan usaha BUMN.
Kesadaran akan pentingnya GCG bagi BUMN adalah
karena keinginan untuk menegakkan integritas dalam menjalankan bisnis yang sehat. Beberapa hal yang perlu dilakukan BUMN dalam rangka program pengembangan dan penerapan praktekpraktek GCG:
- Mengembangkan kebijakan dan peraturan yang dapat menciptakan lingkungan yang kondusif untuk meningkatkan praktek-praktek GCG;
- Mengembangkan model pengelolaan perusahaan yang mampu mendukung tumbuhnya profesionalitas, transparansi, akuntabilitas, kesetaraan dan tanggungjawab
- Mengembangkan sikap dalam melihat implementasi GCG sebagai kebutuhan dan tuntutan etik, bukan semata sebagai kepatuhan terhadap regulasi.
Metodologi
dan Pendekatan
Penerapan praktek-praktek GCG bersama dengan
perangkat manajemen lainnya dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan
memaksimalkan nilai perusahaan (corporate
value).
Praktik manajemen (management practices) mencakup perencanaan, pengarahan, pelaksanaan dan
pengendalian kegiatan-kegiatan
operasional bisnis perusahaan.
Di sisi lain, praktik GCG antara lain meliputi:
Ø Seleksi dan penunjukan Dewan Komisaris dan
Direksi
Ø Penilaian kinerja Direksi dan Dewan Komisaris
Ø Tugas dan tanggungjawab Dewan Komisaris dan Direksi
Ø Penilaian kinerja Direksi dan Dewan Komisaris
Ø Tugas dan tanggungjawab Dewan Komisaris dan Direksi
Ø Tatanan
hubungan Dewan Komisaris dengan manajemen dan pemegang saham
Ø
Komite audit
Ø Pengelolaan resiko
Faktor -faktor yang mempengaruhi Imnplementasi GCG
Faktor Eksternal
Ø Kemajuan teknologi yang pesat
Ø Keadaan ekonomi dan politik yang mempengaruhi
daya beli masyarakat
Ø Kerjasama pihak perbankan dan lembaga keuangan yang digunakan BUMN untuk
menjalankan bisnis
Ø
Peraturan dan hukum yang berlaku terkait dengan perbankan dan lembaga
keuangan.
Sedangkan fakktor
internal yaitu faktor yang dapat dikontrol oleh manajemen dan mempengaruhi
penerapan praktik manajemen dan GCG antara
lain yaitu:
Ø Visi, misi dan strategi perusahaan
Ø Budaya perusahaan
Ø Budaya perusahaan
Ø Peraturan perusahaan
Ø Manajeman berbasis resiko
Ø Audit yang efektif (internal dan eksternal
audit)
Ø Akuntansi dan disclosure
(pengungkapan)
yang akurat dan transparan
Prinsip Good Corporate Governance
Fairness (adil)
Prinsip fairness
berkaitan dengan perlakuan yang sama terhadap stakeholders. Penerapan prinsip ini
dapat dilakukan antara lain dengan cara: - Menerbitkan corporate rules untuk melindungi pemegang saham minoritas.
- Menerbitkan corporate conduct dan compliance policies untuk mencegah terjadinya kecurangan, berbuat untuk kepentingan pribadi dan conflict of interest.
- Menyusun tugas dan kewajiban direksi, dewan komisaris, manajemen dan komite-komite termasuk di dalamnya sistem audit.
- Melakukan pengungkapan atas semua informasi material atau pengungkapan penuh (full disclosure) atas seluruh informasi yang mempengaruhi keberlanjutan perusahaan, misalnya hal-hal yang berkenaan dengan kinerja operasional, keuangan dan risiko usaha perusahaan.
- Memperkenalkan kesempatan kerja yang sama pada semua calon pegawai maupun pegawai tetap yang telah bekerja untuk perusahaan.
Transparency (Transparansi)
Prinsip
transparency dapat
dicapai dengan meningkatkan kualitas pengungkapan atas informasi kinerja perusahaan yang
akurat dan tepat
waktu. Transparansi menunjukkan
kemampuan dari para stakeholder
terkait untuk melihat
dan memahami proses
dan landasan yang
digunakan dalam pengambilan keputusan atau dalam pengelolaan
perusahaan.
Langkah-langkah
yang dapat ditempuh untuk menerapkan prinsip tersebut antara lain sebagai
berikut:
- Mengembangkan sistem akuntansi berdasarkan pada Accounting Standard (standar akuntansi) dan Best Practices untuk memastikan kualitas laporan keuangan dan pengungkapannya.
- Mengembangkan IT dan MIS untuk memastikan pengukur kinerja yang sesuai dan proses pengambilan keputusan yang efektif oleh direksi dan manajemen.
- Mengembangkan Enterprise Wide Risk Management untuk memastikan bahwa seluruh resiko yang signifikan telah diidentifikasi, terukur, dan dapat dikelola pada tingkat yang telah ditentukan.
- Mengumumkan kepada publik untuk lowongan pekerjaan.
Accountability (Akuntabilitas)
Prinsip akuntabilitas
berkaitan dengan pertanggungjawaban Dewan
Komisaris atau Direksi
atas keputusan dan hasil yang dicapai
sesuai dengan wewenang yang dilimpahkan dalam pelaksanaan tanggungjawab mengelola perusahaan. - Penerapan prinsip akuntabilitas dapat direalisasikan antara lain melalui cara-cara berikut: Penyiapan laporan keuangan dilakukan secara tepat waktu dan benar.
- Menyusun Komite Audit dan Komite Risiko untuk meningkatkan fungsi pengawasan oleh Dewan Direksi.
- Menyusun dan meredifinisi tugas dan fungsi internal audit sebagai rekan bisnis strategis mendasarkan pada best practices sehingga internal audit tidak hanya melakukan compliance audit namun juga menggunakan pendekatan risk based audit.
- Memelihara pengelolaan kontrak-kontrak secara bertanggungjawab dan menyelesaikan permasalahan yang timbul.
- Menegakkan hukum dengan cara menyusun sistem penghargaan dan penghukuman (reward and punishment system).
- Menggunakan Auditor Eksternal yang berkualitas dan profesional.
Responsibility (Tanggung Jawab)
Prinsip responsibility merupakan konsekuensi dari wewenang yang dimiliki oleh seseorang. Penerapan prinsip akuntabilitas dapat direalisasikan antara lain melalui hal berikut:
Prinsip responsibility merupakan konsekuensi dari wewenang yang dimiliki oleh seseorang. Penerapan prinsip akuntabilitas dapat direalisasikan antara lain melalui hal berikut:
- Penyadaran atas adanya responsibility kepada masyarakat atau pihak yang terkait dengan perusahaan, baik secara langsung maupun tidak.
- Menghindari pemanfaatan/penyalahgunaan kekuasaan.
- Bersikap profesional dan memiliki etika.
Kemandirian/independensi memiliki arti bahwa dalam menjalankan tugas dan kewenangannya mengelola perusahaan, para pemegang saham, Dewan Komisaris, dan Direksi sepenuhnya terlepas dari berbagai pengaruh/tekanan pihak lain yang dapat merugikan, menggangggu dan mengurangi obyektivitas pengambilan keputusan atau menurunkan efektivitas pengelolaan kinerja perusahaan.
Praktik Good Corporate Governance
Praktik dasar GCG terkait dengan prinsip akuntabilitas antara lain meliputi delegasi wewenang, pertanggungjawaban dan mekanisme pelaporan (dokumen perencanaan dan dokumen pelaporan).
Sedangkan terkait prinsip transparansi meliputi antara lain penunjukan Dewan Komisaris, Direksi, remunerasi Dewan Komisaris dan Direksi, kinerja Dewan Komisaris dan Direksi, transaksi dengan pihak ketiga, hubungan dengan pemerintah dan penunjukan auditor.
Selanjutnya, prinsip transparansi antara lain mencakup pengungkapan kinerja keuangan, kinerja non keuangan, kepatuhan, laporan corporate governance, penunjukan auditor, dan pengungkapan terhadap pemegang saham.
Praktek-praktek yang terkait dengan prinsip kemandirian antara lain yaitu akses terhadap masukan, independen, conflict of interest, transaksi dengan pihak ketiga dan hubungan dengan pemerintah.
Langganan:
Postingan (Atom)